Menceritakan pengalaman tentu tidah aneh bukan?
Setiap bertemu teman pasti inginya bercerita, apalagi para perempuan nih pasti
asik deh, kecuali orang-orang pendiam khusus nya kaya aku.tapi disini aku mau
bercerita karena ini salah satu tugasku di Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.
Berasa beda banget jika bercerita dengan cara di suruh dan di depan kelas lagi pastinya di nilai sama guru. Hahaha badan udah
gemetar-gemetar. Tapi tenang aja, biar gak gerogi ya jangan di anggap aja dan
kalau kamu orang nya suka gerogi terus, saya punya tips biar gak jadi gerogi ya
tentu kita harus pede bahwa kita bisa, yakin bisa dan harus bisa, jangan
mempermalukan sendiri. Kalau gerogi kan suka lupa, nah jadi yang dihapalkan
bukan kata-katanya tetapi kerangka atau kejadian apa saja yang akan diceritakan.
Maka buatlah kerangkanya sebelum kamu membuat ceritanya. Ok
Nah ini ceritaku, mana cerita mu???
Karya:
Nur Fatimah
Praktek Dramaku Sangat Tidak
Disangka
Kerangka:
11.
Masa-masa kelas Sembilan menghadapi Ujian
Sekolah
22.
Diberi tugas oleh guru Bahasa Indonesia.
33.
Pembuatan naskah drama.
44.
Latihan pertama di jam pelajaran Bahasa
Indonesia.
55.
Latihan kedua sepulang sekolah di kelas.
66.
Pertengkaran ketika latihan.
77.
Kami semua baikan.
88.
Latihan ketiga yang cukup baik.
99.
Waktunya penilaian oleh 2 guru penilai.
110. Kami
semua senang sekali dengan nilai drama kami.
Mengawali
kelas Sembilanku di sekolah sangatlah banyak yang ku alami, seiring berjalnya
cinta pertama, ujian ujian di sekolah, tugas yang begitu banyak dan hal lainya.
Disekolah pada waktu pelajaran Bahasa Indonesia semua kelas Sembilan di
tugaskan untuk membuat drama yang semenarik mungkin untuk ujian praktek
sekolah. Kami membagi kelompok dengan rata yang berjumlahkan 8 orang. Aku
menjadi ketua kelompok di kelompok drama itu. Semua sangat berantusias dengan
tugas praktek drama itu karena itulah nilai terakhir di kelas Sembilan ini.
Aku
bergabung dengan teman sekelompokku dan membicarakan tentang naskah drama yang
akan di buat.
“hai
dramanya mau tentang apa nih?, kata ku”
“aku
punya drama tentang hantu humor, bagaimana kalau itu saja? Resti mengajukan
usul”
“memang
bagaimana ceritanya?”
Resti
menjawab “ahk bokonya lucu dech…”
Jovi
pun berkata “oke kalau begitu, besok jangan lupa bawa yah biar kita gampang menghapalnya.”
Keesokan
harinya aku berkumpul lagi dengan teman-teman dan ternyata Resti malah tidak
membawa naskah drama itu. Aku dan Jovi kecewa, tetapi anggota yang lainya
santai santai saja mereka tidak bertanggung jawab terhadap naskah drama, hanya
ingin langsung main peran saja tapi aku memaklumnya. Aku sangat bingung sebagai
ketua kelompok di drama ini yang mana anggotanya tidak semua memikirkan tentang
naskah dramanya, padahal mau gimana bisa main peran kalau naskah dramanya saja
tidak ada.
Aku
pun berpikir dan memintang tolong kepada keponakan, yang akhinya ku buat drama
itu semenarik mungkin dan berjudulkan “Pertengkaran Diva dan Tio”. Ku beritahu
kepada semua teman-temanku dan hanya seorang yang tidak begitu setuju dengan
dramaku, Resti tetap ingin drama hantu humornya itu di mainkan. Aku pun bingung
lagi, karena ini adalah kelompok maka ku tidak menolaknya secara langsung.
“baik,
bila ingin drama hantu humor maka cepatlah buat! Ujarku sambil merasa kesal
karna ku sangat cape membuat drama itu.”
Drama
Resti pun selesai dan ku tanyakan kepada teman kelompokku.
“ini,
kalian mau yang mana, apa drama hantu humor atau drama pertengkaran Diva dan
Tio? Kata aku”
Mereka
memilih dan ada yang memilih drama Resti, ada yang memilih drama ku.
Kebingungan ku semakin menjadi-jadi, karena ku tidak mau ada masalah maka aku
pilih saja drama Resti. Aku berperan sebagai seorang hantu di drama itu dan
temanku juga, tetapi dia tidak mau bila berperan sebagai hantu. Yang tadinya
mau latihan malah pulang karena tidak mau berperan sebagai hantu.
Hari
selanjutnya jam pelajaran terakhir terdapat jadwal mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Ibu guru terus menanyakan tentang jalan atau tidaknya latihan drama ini
agar pada waktunya tampil itu hasinya bagus dan memuaskan.
“Aku
mencari alasan apa biar gak dimarahi.” Kata hatiku
Tapi aku berkata jujur saja, dan ibu guru
bukan malah memarahi ku tetapi malah mengarahkan kepada anggota kelompokku. Napasku
sangat lega dengan hal itu. Aku pun bersikap tegas agar kelompokku bersungguh-sungguh
dan mendapatkan nilai yang baik. Aku mengarahkan kepada teman-temanku.
“Baiklah,
karena drama hantu humor tidak ada yang mau menjadi hantunya bagaimana kalau drama
petengkaran Diva dan Tio saja. Apa semua setuju?” ujarku.
Mereka
menjawab “ya drama itu saja…” wajah Resti terlihat tidak mau dengan dramaku.
Kami
langsung latihan di kelas pada waktu jam pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi
latihan itu tidak begitu lancar. Resti yang tidak mau naskah dramaku dia malah
mencari-cari alasan agar drama yang ku buat itu tidak jadi di perankan. Aku
bingung dengan semua hal ini, Jovi pun yang membantu aku dalam mangurus jalanya
drama ini merasa kebingungan. Kekompakan di dalam drama ini belum ada. Aku
berusaha semaksimal mungkin mengatur drama ini agar berjalan dengan baik. Lonceng
berbunyi tanda pulang, kami selesai latihan dan bersegera untuk pulang.
Keesokan
harinya sepulang sekolah kami latihan lagi di kelas. Kelompok yang lainya juga
latihan di kelas. Mereka latihan dengan sungguh-sungguh, namun kelompokku tidak
begitu. Kelompokku malah jajan, ngobrol dan lainya terutama Resti dia malah
berteriak-teriak manja kepada teman teman yang mau pulang. Tapi ku berusaha
mengkondisikanya meskipun susah untuk di atur. Aku sekelompok terus berlatih
berulang ulang meskipun sudah lelah karena waktunya tinggal beberapa hari lagi
dan dramanya ingin bagus. Ketika kami sudah sangat lelah dan memaksakan latihan
yang keterakhirnya sebelum pulang Resti malah bercanda-canda. Jovi yang
kecapean sekali berperan bertengkar, akhirnya dia marah sungguhan.
Dia
membentak, “gimana ini itu latihanya tidak betul betul sekali, cape aku ini
dari tadi berteriak berperan marah dan bertengkar. Sedangkan kalian tidak
menghargai saya. Sudah sudah pulang saja, aku mau pulang”
Jovi
pulang dengan emosi dan kami yang berada di kelas menyadari hal itu terutama
Resti.
Aku
berbicara pada Resti, “Res tolong hargai seseorang jangan begitu, kita itu
hanya membutuhkan nilai praktek dan mohon kesungguhanya.”
Resti
diam, mungkin mersa salah dan kami pulang ke rumah.
Di
pagi yang cerah aku dan teman-teman berkumpul lagi membicarakan tentang drama
itu dan Resti meminta maaf kepada Jovi atas sikapnya yang kemarin. Di kelas
kami mempersiapkan apa yang harus di bawa dan dipakai pada drama itu. Sepulang
sekolah kami latihan terakhir kalinya sebelum penilaian praktek besok dimulai.
Kami latihan dengan penuh semangat. Latihan terakhir ini cukup bagus daripada
yang kemarin. Setelah itu aku dan teman-teman segera pulang untuk menyiapkan
peralatan yang harus di bawa.
Matahari
telah bersinar kembali, aku mempersiapkan mentalku agar nanti ku berperan bagus
dan dramaku berhasil memuaskan. Sesampainya di sekolah aku berkumpul dengan
teman-teman dan mempersiapkan memakai pakaian sesuai dengan peranya.
“Treng,
treng, treng…”
lonceng
berbunyi tanda masuk kelas dan ibu guru masuk menjelaskan sebuah aturanya
sedikit dan drama pertengkaran Diva dan Tio pun di panggil untuk main. Aku
berdoa dalam hatiku dan ku yakin aku pasti bisa. Dramaku dimulai, meski hatiku
bergetar tapi ku hiraukan dan takjubnya Jovi dan Peri berperan dengan bagus
mereka terlihat seperti bertengkar sungguhan, aku yang memisahkan pun malah
sedikit takut karena seperti bertengkar sungguhan. Dan tepuk tangan dari guru
penilai serta teman-teman yang lain meramaikan suasana. Dua Ibu guru penilai
mengomentari tentang drama ini yang hasilnya sangat bagus. Aku dan teman-teman
sangat senang dan tidak menyangka Jovi dan Peri akan bermain habis-habisan demi
nilai drama ini. Aku dan Resti tersenyum gembira atas semua yang telah dicapai
ini.
0 komentar:
Posting Komentar