Cool Blue Outer Glow Pointer

Sabtu, 21 September 2013

Menceritakan Pengalaman Menggunakan Bahasa Indonesia


         Menceritakan pengalaman tentu tidah aneh bukan? Setiap bertemu teman pasti inginya bercerita, apalagi para perempuan nih pasti asik deh, kecuali orang-orang pendiam khusus nya kaya aku.tapi disini aku mau bercerita karena ini salah satu tugasku di Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Berasa beda banget jika bercerita dengan cara di suruh dan di depan kelas lagi  pastinya di nilai sama guru. Hahaha badan udah gemetar-gemetar. Tapi tenang aja, biar gak gerogi ya jangan di anggap aja dan kalau kamu orang nya suka gerogi terus, saya punya tips biar gak jadi gerogi ya tentu kita harus pede bahwa kita bisa, yakin bisa dan harus bisa, jangan mempermalukan sendiri. Kalau gerogi kan suka lupa, nah jadi yang dihapalkan bukan kata-katanya tetapi kerangka atau kejadian apa saja yang akan diceritakan. Maka buatlah kerangkanya sebelum kamu membuat ceritanya. Ok
            Nah ini ceritaku, mana cerita mu???


Karya: Nur Fatimah

Praktek Dramaku Sangat Tidak Disangka
Kerangka:
11.    Masa-masa kelas Sembilan menghadapi Ujian Sekolah
22.    Diberi tugas oleh guru Bahasa Indonesia.
33.    Pembuatan naskah drama.
44.    Latihan pertama di jam pelajaran Bahasa Indonesia.
55.    Latihan kedua sepulang sekolah di kelas.
66.    Pertengkaran ketika latihan.
77.    Kami semua baikan.
88.    Latihan ketiga yang cukup baik.
99.    Waktunya penilaian oleh 2 guru penilai.
110. Kami semua senang sekali dengan nilai drama kami.

Mengawali kelas Sembilanku di sekolah sangatlah banyak yang ku alami, seiring berjalnya cinta pertama, ujian ujian di sekolah, tugas yang begitu banyak dan hal lainya. Disekolah pada waktu pelajaran Bahasa Indonesia semua kelas Sembilan di tugaskan untuk membuat drama yang semenarik mungkin untuk ujian praktek sekolah. Kami membagi kelompok dengan rata yang berjumlahkan 8 orang. Aku menjadi ketua kelompok di kelompok drama itu. Semua sangat berantusias dengan tugas praktek drama itu karena itulah nilai terakhir di kelas Sembilan ini.
Aku bergabung dengan teman sekelompokku dan membicarakan tentang naskah drama yang akan di buat.
“hai dramanya mau tentang apa nih?, kata ku”
“aku punya drama tentang hantu humor, bagaimana kalau itu saja? Resti mengajukan usul”
“memang bagaimana ceritanya?”
Resti menjawab “ahk bokonya lucu dech…”
Jovi pun berkata “oke kalau begitu, besok jangan lupa bawa yah biar kita gampang menghapalnya.”
Keesokan harinya aku berkumpul lagi dengan teman-teman dan ternyata Resti malah tidak membawa naskah drama itu. Aku dan Jovi kecewa, tetapi anggota yang lainya santai santai saja mereka tidak bertanggung jawab terhadap naskah drama, hanya ingin langsung main peran saja tapi aku memaklumnya. Aku sangat bingung sebagai ketua kelompok di drama ini yang mana anggotanya tidak semua memikirkan tentang naskah dramanya, padahal mau gimana bisa main peran kalau naskah dramanya saja tidak ada.

Aku pun berpikir dan memintang tolong kepada keponakan, yang akhinya ku buat drama itu semenarik mungkin dan berjudulkan “Pertengkaran Diva dan Tio”. Ku beritahu kepada semua teman-temanku dan hanya seorang yang tidak begitu setuju dengan dramaku, Resti tetap ingin drama hantu humornya itu di mainkan. Aku pun bingung lagi, karena ini adalah kelompok maka ku tidak menolaknya secara langsung.
“baik, bila ingin drama hantu humor maka cepatlah buat! Ujarku sambil merasa kesal karna ku sangat cape membuat drama itu.”
Drama Resti pun selesai dan ku tanyakan kepada teman kelompokku.
“ini, kalian mau yang mana, apa drama hantu humor atau drama pertengkaran Diva dan Tio? Kata aku”
Mereka memilih dan ada yang memilih drama Resti, ada yang memilih drama ku. Kebingungan ku semakin menjadi-jadi, karena ku tidak mau ada masalah maka aku pilih saja drama Resti. Aku berperan sebagai seorang hantu di drama itu dan temanku juga, tetapi dia tidak mau bila berperan sebagai hantu. Yang tadinya mau latihan malah pulang karena tidak mau berperan sebagai hantu.
Hari selanjutnya jam pelajaran terakhir terdapat jadwal mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ibu guru terus menanyakan tentang jalan atau tidaknya latihan drama ini agar pada waktunya tampil itu hasinya bagus dan memuaskan.
“Aku mencari alasan apa biar gak dimarahi.” Kata hatiku
 Tapi aku berkata jujur saja, dan ibu guru bukan malah memarahi ku tetapi malah mengarahkan kepada anggota kelompokku. Napasku sangat lega dengan hal itu. Aku pun bersikap tegas agar kelompokku bersungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik. Aku mengarahkan kepada teman-temanku.
“Baiklah, karena drama hantu humor tidak ada yang mau menjadi hantunya bagaimana kalau drama petengkaran Diva dan Tio saja. Apa semua setuju?” ujarku.
Mereka menjawab “ya drama itu saja…” wajah Resti terlihat tidak mau dengan dramaku.
Kami langsung latihan di kelas pada waktu jam pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi latihan itu tidak begitu lancar. Resti yang tidak mau naskah dramaku dia malah mencari-cari alasan agar drama yang ku buat itu tidak jadi di perankan. Aku bingung dengan semua hal ini, Jovi pun yang membantu aku dalam mangurus jalanya drama ini merasa kebingungan. Kekompakan di dalam drama ini belum ada. Aku berusaha semaksimal mungkin mengatur drama ini agar berjalan dengan baik. Lonceng berbunyi tanda pulang, kami selesai latihan dan bersegera untuk pulang.

Keesokan harinya sepulang sekolah kami latihan lagi di kelas. Kelompok yang lainya juga latihan di kelas. Mereka latihan dengan sungguh-sungguh, namun kelompokku tidak begitu. Kelompokku malah jajan, ngobrol dan lainya terutama Resti dia malah berteriak-teriak manja kepada teman teman yang mau pulang. Tapi ku berusaha mengkondisikanya meskipun susah untuk di atur. Aku sekelompok terus berlatih berulang ulang meskipun sudah lelah karena waktunya tinggal beberapa hari lagi dan dramanya ingin bagus. Ketika kami sudah sangat lelah dan memaksakan latihan yang keterakhirnya sebelum pulang Resti malah bercanda-canda. Jovi yang kecapean sekali berperan bertengkar, akhirnya dia marah sungguhan.
Dia membentak, “gimana ini itu latihanya tidak betul betul sekali, cape aku ini dari tadi berteriak berperan marah dan bertengkar. Sedangkan kalian tidak menghargai saya. Sudah sudah pulang saja, aku mau pulang”
Jovi pulang dengan emosi dan kami yang berada di kelas menyadari hal itu terutama Resti.
Aku berbicara pada Resti, “Res tolong hargai seseorang jangan begitu, kita itu hanya membutuhkan nilai praktek dan mohon kesungguhanya.”
Resti diam, mungkin mersa salah dan kami pulang ke rumah.
Di pagi yang cerah aku dan teman-teman berkumpul lagi membicarakan tentang drama itu dan Resti meminta maaf kepada Jovi atas sikapnya yang kemarin. Di kelas kami mempersiapkan apa yang harus di bawa dan dipakai pada drama itu. Sepulang sekolah kami latihan terakhir kalinya sebelum penilaian praktek besok dimulai. Kami latihan dengan penuh semangat. Latihan terakhir ini cukup bagus daripada yang kemarin. Setelah itu aku dan teman-teman segera pulang untuk menyiapkan peralatan yang harus di bawa.
Matahari telah bersinar kembali, aku mempersiapkan mentalku agar nanti ku berperan bagus dan dramaku berhasil memuaskan. Sesampainya di sekolah aku berkumpul dengan teman-teman dan mempersiapkan memakai pakaian sesuai dengan peranya.
“Treng, treng, treng…”
lonceng berbunyi tanda masuk kelas dan ibu guru masuk menjelaskan sebuah aturanya sedikit dan drama pertengkaran Diva dan Tio pun di panggil untuk main. Aku berdoa dalam hatiku dan ku yakin aku pasti bisa. Dramaku dimulai, meski hatiku bergetar tapi ku hiraukan dan takjubnya Jovi dan Peri berperan dengan bagus mereka terlihat seperti bertengkar sungguhan, aku yang memisahkan pun malah sedikit takut karena seperti bertengkar sungguhan. Dan tepuk tangan dari guru penilai serta teman-teman yang lain meramaikan suasana. Dua Ibu guru penilai mengomentari tentang drama ini yang hasilnya sangat bagus. Aku dan teman-teman sangat senang dan tidak menyangka Jovi dan Peri akan bermain habis-habisan demi nilai drama ini. Aku dan Resti tersenyum gembira atas semua yang telah dicapai ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Nur Fatimah. Diberdayakan oleh Blogger.